Senin, 05 Januari 2015

Runtuhnya Konstantinopel di tangan Sultan Muhammad Al-Fatih

            Konstantinopel yang hari ini dikenal dengan nama Istanbul terletak di Turki. Dahulu kota ini dibawah kekuasaan Byzantium yang beragama Kristen Ortodoks. Pada tahun 857 H / 1453 M, kota yang dahulu terkenal dengan kekuatan bentengnya akhirnya runtuh di tangan Sultan ke-7 Turki Ustmani, Muhammad Al-Fatih atau biasa juga dipanggil dengan Sultan Mehmed II.
            Tidak ada yang meragukan kepemimpinan beliau. Di usia yang masih belia ketika itu (21 tahun), Sultan Mehmed II sudah mampu menguasai 6 bahasa. Arab, Persia, Ibrani, Turki, Latin dan Yunani. Tidak hanya kepandaian dibidang bahasa, beliau juga mempunyai keahlian dalam bidang militer, sains dan matematika.
            Selain terkenal akan kepandaiannya, Sultan Muhammad Al-Fatih juga terkenal orang yang religius. Dalam sejarah Islam sendiri, beliau sering disandingkan dengan Sultan Salahuddin Al-Ayyubi (pemimpin umat islam di perang salib) dan Sultan Saifuddin Mahmud Al-Qutuz (pahlawan islam dalam peperangan melawan Mongolia).
            Sudah lama para khalifah berusaha untuk menaklukan kota ini. Usaha pertama dilakukan oleh Mu’awiyah bin Abu Sofyan ra. Di zaman Khalifah Umayyah pun sama, namun gagal. Bahkan Sultan Harun Al-Rasyid pun tidak mampu menaklukan kota yang dipandang sangat strategis kala itu.
            Tentu saja para sahabat merasa penasaran mengingat Rasulullah SAW telah bersabda : “Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukannya adalah sebaik-baiknya pemimpin dan pasukan yang berada dibawah komandonya adalah sebaik-baiknya pasukan.” [HR. Ahmad bin Hanbal Al-Musnad 4/335].
            Dari Abu Qubail berkata : Ketika sedang bersama Abdullah bin Amr bin Al-Ash, dia bertanya : Kota manakah yang akan dibuka terlebih dahulu, Konstantinopel atau Rumiyah (Roma)?. Abdullah meminta kotak dengan gulungan-gulungan miliknya, kemudian dia mengeluarkan kitab. Abdullah berkata : Ketika sedang menulis disekitar Rasulullah SAW, beliau ditanya : Dua kota ini manakah yang dibuka lebih dahulu, Konstantinopel atau Rumiyah/Roma?. Kemudian Rasulullah menjawab, “Kota Heraklius dibuka lebih dahulu.” Yaitu Konstantinopel. [HR. Ahmad, ad-Darimi, Ibnu Abi Syaibah dan al-Hakim]
 






Usaha Sultan Dalam Menaklukan Konstantinopel
            Setelah proses persiapan yang teliti, akhirnya pasukan Sultan Muhammad Al-Fatih tiba di kota Konstantinopel pada hari Kamis 26 Rabiul Awal 857 H atau 6 April 1453 M. Di hadapan tentaranya, Sultan Al-Fatih lebih dahulu berkhutbah mengingatkan tentang kelebihan jihad, kepentingan memuliakan niat dan harapan kemenangan di hadapan AllahSubhana Wa Ta'ala. Dia juga membacakan ayat-ayat Al-Qur'an mengenainya serta hadis Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam tentang pembukaan kota Konstantinopel. Ini semua memberikan semangat yang tinggi pada bala tentara dan lantas mereka menyambutnya dengan zikir, pujian dan doa kepada Allah Subhana Wa Ta'ala.
            Kota dengan benteng >10m tersebut memang sulit ditembus, selain di sisi luar benteng pun dilindungi oleh parit 7m. Dari sebelah barat pasukan artileri harus membobol benteng dua lapis, dari arah selatan Laut Marmara pasukan laut Turki harus berhadapan dengan pelaut Genoa pimpinan Giustiniani dan dari arah timur armada laut harus masuk ke selat sempit Golden Horn yang sudah dilindungi dengan rantai besar hingga kapal perang ukuran kecil pun tak bisa lewat.

“Bagaimana Sultan, Teluk Golden Horn tidak bisa kita lewati, pasukan Konstantinopel telah memasang rantai di kedua sisinya?”, salah satu pasukan Sultan bertanya.
“Jangan khawatir saudaraku, aku mempunyai gagasan untuk pasukan kita, semoga Allah SWT merestuinya.” terang Sultan kepada pasukannya.      
            Hingga akhirnya sebuah ide yang terdengar bodoh dilakukan hanya dalam waktu semalam. Salah satu pertahanan yang agak lemah adalah melalui Teluk Golden Horn yang sudah dirantai. Ide tersebut akhirnya dilakukan, yaitu dengan memindahkan kapal-kapal melalui darat untuk menghindari rantai penghalang, hanya dalam semalam dan 70-an kapal bisa memasuki wilayah Teluk Golden Horn (ini adalah ide ”tergila” pada masa itu namun Taktik ini diakui sebagai antara taktik peperangan (warfare strategy) yang terbaik di dunia oleh para sejarawan Barat sendiri).
            Sultan Muhammad Al-Fatih pun melancarkan serangan besar-besaran ke benteng Bizantium di sana. Takbir "Allahu Akbar, Allahu Akbar!" terus membahana di angkasa Konstantinopel seakan-akan meruntuhkan langit kota itu. Pada 27 Mei 1453, Sultan Muhammad Al-Fatih bersama tentaranya berusaha keras membersihkan diri di hadapan Allah Subhana Wa Ta'ala. Mereka memperbanyak shalat, doa, dan dzikir. Hingga tepat jam 1 pagi hari Selasa 20 Jumadil Awal 857 H atau bertepatan dengan tanggal 29 Mei 1453 M, setelah sehari istirahat perang, pasukan Turki Utsmani dibawah komando Sultan Muhammad II kembali menyerang total, diiringi hujan dengan tiga lapis pasukan, irregular di lapis pertama, Anatolian army di lapis kedua dan terakhir pasukan elit Yanisari. 
            Giustiniani sudah menyarankan Constantine untuk mundur atau menyerah tapi Constantine tetap konsisten hingga gugur di peperangan.
“Sudahlah Constantine, kita tidak akan menang melawan pasukan Al-Fatih dan pasukannya, jumlah mereka sangat banyak!’, saran Gustiniani
“Jika kau ingin menyerah, aku persilahkan. Tapi tidak denganku....!!”, seru Constantine.
“Baiklah, kau memang keras kepala. Aku pergi...!!”.
            Kabarnya Constantine melepas baju perang kerajaannya dan bertempur bersama pasukan biasa hingga tak pernah ditemukan jasadnya. Giustiniani sendiri meninggalkan kota dengan pasukan Genoa-nya. Kardinal Isidor sendiri lolos dengan menyamar sebagai budak melalui Galata, dan Pangeran Orkhan gugur di peperangan.
            Para mujahidin diperintahkan supaya meninggikan suara takbir kalimah tauhid sambil menyerang kota.
“Jangan gentar pasukanku sekalian, janji Allah bersama kita, ingatlah risalah Rasulullah SAW, Allahu Akbar...!!”, seru Sultan Muhammad Al Fatih
Tentara Utsmaniyyah akhirnya berhasil menembus kota Konstantinopel melalui Pintu Edirne dan mereka mengibarkan bendera Daulah Utsmaniyyah di puncak kota. Kesungguhan dan semangat juang yang tinggi di kalangan tentara Al-Fatih, akhirnya berjaya mengantarkan cita-cita mereka.
            Konstantinopel telah jatuh, penduduk kota berbondong-bondong berkumpul di Hagia Sophia/ Aya Sofia, dan Sultan Muhammad II memberi perlindungan kepada semua penduduk, siapapun, baik Yahudi maupun Kristen karena mereka (penduduk) termasuk non muslim dzimmy (kafir yang harus dilindungi karena membayar jizyah/pajak), muahad (yang terikat perjanjian), dan musta’man (yang dilindungi seperti pedagang antar negara) bukan non muslim harbi (kafir yang harus diperangi).
“Rakyatku semua, kalian tidak perlu takut. Kami ingin membawa kejayaan dan kedamaian bagi kota ini. Kalian bisa hidup dengan tenang dan damai.”
“Status kalian semua sama. Tentunya semua didasarkan pada syariat Islam yang akan kami terapkan disini,” lanjut Sultan Al- Fatih.
            Konstantinopel diubah namanya menjadi Islambul (Islam Keseluruhannya). Hagia Sophia pun akhirnya dijadikan masjid dan gereja-gereja lain tetap sebagaimana fungsinya bagi penganutnya. Toleransi tetap ditegakkan, siapa pun boleh tinggal dan mencari nafkah di kota tersebut. Sultan kemudian membangun kembali kota, membangun sekolah gratis, siapapun boleh belajar, tak ada perbedaan terhadap agama, membangun pasar, membangun perumahan, membangun rumah sakit, bahkan rumah diberikan gratis bagi pendatang di kota itu dan mencari nafkah di sana. Hingga akhirnya kota tersebut diubah menjadi Istanbul, dan pencarian makam Abu Ayyub dilakukan hingga ditemukan dan dilestarikan. Dan kini Hagia Sophia sudah berubah menjadi museum.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar