Dari
Aisyah istri Nabi SAW, bahwa dia berkata,
”Saya
tidak pernah melihat Rasulullah SAW tertawa terbahak-bahak sehingga kelihatan
tenggorokan beliau, beliau biasanya hanya tersenyum.”
(H.R. Bukhari/6092 dan Muslim/1497).
Sebagian
muslim ada yang memahami agama islam adalah agama yang membenci tawa, canda dan
hiburan, ajaran islam mengharuskan penganutnya senantiasa bersikap serius dan
kaku dalam setiap kondisi. Pemahaman ini terbentuk karena beberapa faktor diantaranya
fenomena sikap sebagian orang-orang yang menganggap dirinya agamis, sikap kasar
dan kaku dalam bersikap, berkata dan interkasi.
Faktor
lainnya karena keliru memahami beberapa nash Al-Qur’an dan hadist Rasul SAW, ”Jangan memperbanyak tawa, karena banyak tawa
itu bisa mematikan hati.”(H.R. Ahmad). Apa yang dilarang Rasul dalam hadist
tersebut adalah tertawa yang berlebihan.
Tertawa
adalah sikap kekhususan sifat manusia. Hewan tidak bisa tertawa, karena tawa
adalah respon dari suatu bentuk pemahaman terhadap perkataan, gambar atau sikap
yang dilihat atau didengar yang menyebabkan tawa.
Islam
sebagai agama fitrah tidak mencabut kecenderungan manusia terhadap canda, rehat
dan tawa, Islam menyambut segala perkara yang bisa menjadikan hidup manusia
lebih indah, dan menginkan seorang muslim memiliki rasa optimis dan indah, dan
tidak menyukai seorang muslim yang berkarakter pesimis dan negatif yang selalu
melihat manusia dan kondisi disekitarnya dengan pandangan hitam dan negatif.
Canda
yang diperbolehkan dalam Islam
Canda dan hiburan merupakan perkara yang diperbolehkan
dalam Islam. Itu karena kebutuhan fitrah manusiawi kepada rehat yang bisa
meringankan beban hidup dan permasalahannya. Namun demikian ada beberapa syarat
dan batasan canda dan hiburan yang diperhatikan:
- Agar tidak berdusta. Rasulullah SAW bersabda, “Celaka bagi orang yang becerita kemudia ia berdusta agar manusia tertawa, celaka baginya, celaka baginya.” (H.R. Ahmad). Rasulullah jika bercanda selalu berkata jujur.
- Tidak mengandung cacian dan makian terhadap pihak lain kecuali jika ia meridhai. Allah SWT berfirman, “ Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokan).” (QS Al-Hujuraat: 11)
- Canda tidak membuat takut dan panik. Abdurrahman bin Abu Ya’la berkata, “Sahabat Rasulullah SAW menceritakan kepada kami : Ketika mereka dalam perjalanan bersama Rasulullah SAW, seseorang diantara mereka berdiri, sebagian sahabat menuju bukit bersamanya dan mengagetkannya, ia menjadi panik, maka Rasulullah bersabda: tidak halal bagi seorang muslim untuk menakuti saudaranya sesama muslim.”(H.R. Ahmad)
- Canda dan gurau pada tempatnya, tidak bergurau dan bercanda dalam situasi yang serius, tidak tertawa dalam kondisi yang mengundang kesedihan.
- Canda dan tawa sewajarnya, batasan wajar yang diterima fitrah dan hati yang sehat, canda yang bisa memberikan dampak positif dan semangat beramal, serta tidak mengenyampingkan hak-hak Allah SWT dan mahluk.
Suatu
ketika Rasulullah bergurau dengan seorang perempuan tua renta yang meminta
didoakan agar masuk surga. Maka Rasulullah SAW berkata: “Wahai ibu, surga tidak akan dimasuki oleh orang tua renta.” Maka
perempuan itupun menangis karena memahami perkataan rasulullah secara zahir
(tekstual), maka rasulullah memahamkan kepadanya bahwa memang di surga nanti tidak ada orang
tua renta, karena semuanya adalah orang-orang muda. Beliau membacakan firman
Allah SWT: “Sesungguhnya Kami menciptakan
mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung. Dan Kami jadikan mereka gadis-gadis
perawan.” (QS. Al-Waqiah: 35-37).
(H.R. At-Thabrani).
Sumber : Buletin Da’wah
Dewan Dakwah Islamiyah No. 20 Tahun XLI 16 Rajab 1435 H (16 Mei 2014)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar