Sabtu, 17 Mei 2014

Canda yang Dibolehkan dalam Islam





Dari Aisyah istri Nabi SAW, bahwa dia berkata,
”Saya tidak pernah melihat Rasulullah SAW tertawa terbahak-bahak sehingga kelihatan tenggorokan beliau, beliau biasanya hanya tersenyum.” (H.R. Bukhari/6092 dan Muslim/1497).

Sebagian muslim ada yang memahami agama islam adalah agama yang membenci tawa, canda dan hiburan, ajaran islam mengharuskan penganutnya senantiasa bersikap serius dan kaku dalam setiap kondisi. Pemahaman ini terbentuk karena beberapa faktor diantaranya fenomena sikap sebagian orang-orang yang menganggap dirinya agamis, sikap kasar dan kaku dalam bersikap, berkata dan interkasi.
Faktor lainnya karena keliru memahami beberapa nash Al-Qur’an dan hadist Rasul SAW, ”Jangan memperbanyak tawa, karena banyak tawa itu bisa mematikan hati.”(H.R. Ahmad). Apa yang dilarang Rasul dalam hadist tersebut adalah tertawa yang berlebihan.
Tertawa adalah sikap kekhususan sifat manusia. Hewan tidak bisa tertawa, karena tawa adalah respon dari suatu bentuk pemahaman terhadap perkataan, gambar atau sikap yang dilihat atau didengar yang menyebabkan tawa.
Islam sebagai agama fitrah tidak mencabut kecenderungan manusia terhadap canda, rehat dan tawa, Islam menyambut segala perkara yang bisa menjadikan hidup manusia lebih indah, dan menginkan seorang muslim memiliki rasa optimis dan indah, dan tidak menyukai seorang muslim yang berkarakter pesimis dan negatif yang selalu melihat manusia dan kondisi disekitarnya dengan pandangan hitam dan negatif.
Canda yang diperbolehkan dalam Islam
            Canda dan hiburan merupakan perkara yang diperbolehkan dalam Islam. Itu karena kebutuhan fitrah manusiawi kepada rehat yang bisa meringankan beban hidup dan permasalahannya. Namun demikian ada beberapa syarat dan batasan canda dan hiburan yang diperhatikan:

  • Agar tidak berdusta. Rasulullah SAW bersabda, “Celaka bagi orang yang becerita kemudia ia berdusta agar manusia tertawa, celaka baginya, celaka baginya.” (H.R. Ahmad). Rasulullah jika bercanda selalu berkata jujur.
  • Tidak mengandung cacian dan makian terhadap pihak lain kecuali jika ia meridhai. Allah SWT berfirman, “ Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokan).” (QS Al-Hujuraat: 11)
  • Canda tidak membuat takut dan panik. Abdurrahman bin Abu Ya’la berkata, “Sahabat Rasulullah SAW menceritakan kepada kami : Ketika mereka dalam perjalanan bersama Rasulullah SAW, seseorang diantara mereka berdiri, sebagian sahabat menuju bukit bersamanya dan mengagetkannya, ia menjadi panik, maka Rasulullah bersabda: tidak halal bagi seorang muslim untuk menakuti saudaranya sesama muslim.”(H.R. Ahmad)
  • Canda dan gurau pada tempatnya, tidak bergurau dan bercanda dalam situasi yang serius, tidak tertawa dalam kondisi yang mengundang kesedihan.
  • Canda dan tawa sewajarnya, batasan wajar yang diterima fitrah dan hati yang sehat, canda yang bisa memberikan dampak positif dan semangat beramal, serta tidak mengenyampingkan hak-hak Allah SWT dan mahluk.

Suatu ketika Rasulullah bergurau dengan seorang perempuan tua renta yang meminta didoakan agar masuk surga. Maka Rasulullah SAW berkata: “Wahai ibu, surga tidak akan dimasuki oleh orang tua renta.” Maka perempuan itupun menangis karena memahami perkataan rasulullah secara zahir (tekstual), maka rasulullah memahamkan kepadanya  bahwa memang di surga nanti tidak ada orang tua renta, karena semuanya adalah orang-orang muda. Beliau membacakan firman Allah SWT: “Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung. Dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan.” (QS. Al-Waqiah: 35-37). (H.R. At-Thabrani).

Sumber : Buletin Da’wah Dewan Dakwah Islamiyah No. 20 Tahun XLI 16 Rajab 1435 H (16 Mei 2014)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar